JUDUL ASLI :
Fi Afaqit Ta’alim, Dirasati Fi Da’watil Ustadz Hasan Al Banna
wa Nazhariyatil Harakah Fiha mim Khilali Risalatit Ta’alim
PENGARANG : Sa’id Hawwa
PENERBIT : Intermedia, Solo
JUMLAH HAL : 264 Hal
CETAKAN : ke V, 2005
PENERJEMAH : Abu Ridho Lc & Wahid Ahmadi
"Hendaklah kamu komitmen bersama jamaah kaum muslimin dan imamnya."
H.R. Bukhari mUSLIM
Jamaah memang bukanlah segala-galanya, namun di sisi kekinianlah, jamaah menjadi penting. Karena melalui jamaahlah kita bisa bergerak untuk mmembuat sebuah perubahan yang besar. Bukan perubahan kecil yang datang jika kita bergerak secara individual.
Buku ini berisi bagaimana menghayati Risalah Ta’alim yang merupakan salah satu peninggalan paling berharga Hasan Al-Banna. Juga merupakan buah pandangan yang bernas dan jitu terhadap perjalanan sejarah, realitas umat dan pemahamannya yang akurat tentang nash-nash syariah, dan terkandung pula nilai filosofi yang teramat dalam. Dari sinilah Sa’id Hawwa merasa perlu untuk menyusun buku ini sebagai sejarahnya.
Pada bab-bab awal, penulis terlebih dahulu membedah jati diri gerakan jamaah Ikhwanul Muslimin (IM). Bab berikutnya memahami tujuan IM, yakni tujuan akhirnya adalah Tegaknya Daulah Khilafiah Islamiyah, serta dunia seluruhnya hanya tunduk kepada ALLAH SWT, kemudian dijelaskan sarana-sarana untuk mencapai tujuan tersebut.
Bab selanjutnya yang paling penting, yakni Risalah Ta’alim dan sendi-sendi pembentukan pribadi Islam, yang terdiri dari dua bagian, bagian pertama rukun bai’at, kemudian diiringi dengan kewajiban-kewajiban seorang Mujahid. Halaman 2 Gerakan IM didirikan oleh Hasan Al-Banna di Mesir pada tahun 1928.
Keberadaan IM sesungguhnya menuntut pembaharuan Islam, baik di bidang ilmu, amal maupun realitasnya. Kelangsungannya di sisi lain juga membangkitkan permusuhan kepada Islam. Atas dasar itulah, demi Islam, wujud dan kelangsungannya, harus lahir gerakan yang dapat mewujudkan cita-cita Islam. Semua itu merupakan kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Orang-orang muslim yang sering bertanya, “Untuk apa Ikhwanul Muslimin (IM)?” hendaknya bertanya, “Apa yang akan terjadi tanpa Ikhwanul Muslimin? Rasulullah SAW bersabda kepada Hudzaifah,”Hendaklah kamu komitmen
bersama jamaah kaum muslimin dan imamnya”.(HR. Bukhari Muslim).
Salah satu prinsip dasar yang tidak boleh diabaikan oleh seorang muslim adalah bahwa umat Islam harus mempunyai jamaah dan imam. Kewajiban utama setiap muslim ialah memberikan kesetiannya kepada jamaah dan imamnya. Inilah kunci pertama untuk memahami persoalan Ikhwanul Muslimin (IM). Sungguh, gagasan tentang jamaah Islamiyah telah dilupakan oleh banyak orang, dan jalan yang benar untuk menuju ke sana
pun telah hilang. Maka Allah SWT, menganugrahkan nikmat-Nya kepada Imam Hasan Al-Banna untuk meretas jalan yang sempurna, menuju terwujudnya jamaah dan imamah berlandaskan berbagai faktor yang dibutuhkan, untuk tujuan tersebut dan tindakan nyata untuk mencapainya.
Tanggung jawab terbesar kita adalah melakukan tajdid (pembaharuan) dan naql (alih generasi), yakni pembaharuan ajaran Islam dan proses perubahan terhadap pribadi muslim dari satu kondisi ke kondisi yang lain, dan perubahan umat Islam dari satu fase ke fase yang lain.
Dijelaskan oleh Hasan Al-Banna, bahwa Gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin (IM) memilikitujuan pertama, yaitu membentuk individu muslim, dengan sarananya, berupa murabbi (Pembina), manhaj (sistem), dan lingkungan yang sehat. Tujuan kedua adalah terwujudnya rumah tangga muslim, dengan saranasarananya antara lain: 1.Setiap akh harus memberikan perhatian yang besar terhadap persoalan rumah tangganya; 2. Jamaah harus memberikan hak sewajarnya bagi aktifitas wanita; 3. Setiap akh harus memiliki istri yang shalihah; 4. Setiap akh seyogyanya diikat dengan anak-anaknya dan saudara-saudaranya.
Tujuan ketiga adalah terwujudnya masyarakat muslim. Ustadz Hasan Al-Banna melihat, bahwa pelaksaan totalitas Islam amat sulit dilakukan tanpa memfokuskan perhatian terlebih dahulu pada pembentukan masyarakat muslim. Pemerintah Islam tidak akan tertegak di atas kehampaan.
Ustadz Hasan Al-Banna berkata,”Akan tetapi Ikhwan lebih sadar dan lebih memahami untuk tidak memikul tanggung jawab pemerintahan dalam keadaan umat seperti sekarang ini. Kita membeutuhkan waktu, agar prinsip-prinsip Ikhwan dapat tersebar dan masyarakat belajar bagaimana mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi”.
Tujuan keempat adalah menegakkan pemerintahan Islam di setiap negeri. Ustadz Hasan Al-Banna menandaskan, bahwa pemerintahan Islam bukanlah merupakan tujuan Ikhwan sebagai perwujudan atas ambisi para anggotanya. Tetapi tujuan Ikhwan adalah ingin mewujudkan pemerintahan Islam, kapan pun ia terwujud, maka anggota Ikhwan siap menjadi pasukan dan pembelanya, pembela undang-undang, pemerintahannya, dan pemimpinnya, kapan pun dan dimana pun ia berada.
Tujuan kelima adalah terwujudnya negara Islam inti atau menurut redaksi Ustadz Hasan Al-Banna adalah, “Negara yang memimpin negara-negara Islam lainnya, yang menggabungkan semua umat islam, yang mengembalikan keagungannya, serta mengembalikan tanah airnya yang telah hilang dan negerinya yang telah dirampas orang”. Adapun sarana yang paling efektif untuk ini adalah dengan menegakkan sebuah
Negara Islam yang besar, yang memiliki kekuatan pengaruh dalam bidang politik, ekonomi, dan teknologi di sebgaiab besdar wilayah bumi, atau di Negara yang memiliki wilayah territorial yang luas. Namun demikian kita tetap berusaha, agar kesatuan dapat terwujud, dengan segala cara, di beberapa Negara yang telah didominasi oleh gerakan Islam untuk menjadi cikal bakal lahirnya Negara inti dengan tugas-tugas sebagaimana yang disebutkan oleh Ustadz Hasan Al-Banna di muka. Yang menyatukan umat Islam
sedunia di bawah naungan sebuah Negara Islam, sehingga setiap muslim di seluruh dunia
ini merasakan, bahwa ia adalah negaranya sendiri, yang padanyalah loyalitas dan komitmen diberikan. Juga Negara itu harus melindungi dan menjaganya, di manapun ia berada.
Tujuan Gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin (IM) yang keenam adalah menegakkan Negara Islam yang tunggal atau menegakkan Negara kesatuan Islam yang menghimpun seluruh Negara Islam yang tunduk di bawah satu pucuk pimpinan pusat dan diketuai oleh seorang Imam. Itulah yang dilakukan Rasulullah SAW dan para khalifah dalam memimpin dan membimbing umat. Adapun saranya, dengan melangkah di atas mukadimah yang benar, yakni tegaknya kaidah-kaidah yang benar, yang dari sanalah Islam di berbagai wilayah bertolak.
Tujuan Gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin (IM) yang ketujuh adalah menegakkan Negara Islam internasional yang berkah dan rahmatNya menaungi semua bangsa di dunia. Caranya yang kita pergunakan untuk itu – setelah menegakkan Negara Islam internasional – adalah beraktifitas terus menerus yang sesuai dan layak untuk memastikan, bahwa dunia akan menerima dakwah ini. Semua ini akan terjadi, Insya Allah, karena Rasulullah SAW telah membawa kabar gembira ini kepada kita.
Dalam Risalah Ta’alimnya, Ustadz Hasan Al-Banna mengatakan,”Tahapan dakwah ada tiga macam:
1. TA’RIF
Dakwah dilakukan dengan menyebarkan fikrah Islam di tengah masyarakat. Adapun system dakwah untuk tahapan ini adalah system kelembagaan. Urgensinya adalah kerja social bagai kepentingan umum, sedangkan medianya adalah nasehat dan bimbingan sekali waktu, serta membangun berbagai tempat
yang berguna di waktu yang lain, juga berbagai media aktifitas lainnya.
2. TAKWIN
Dakwah ditegakkan dengan melakukan seleksi terhadap anasir positif untuk memikul beban jihad dan untuk menghimpun berbagai bagian yang ada. Adapun sistem dakwah untuk tahapan ini bersifat tasawuf murni dalam tatanan ruhani dan bersifat militer dalam tatanan opersional. Slogan untuk dua aspek ini adalah
perintah dan taat dengan tanpa keraguan. Semua katibah (nama satuan kelompok para militer Ikhwan) yang ada kini adalah representasi dari tahapan ini dalam kehidupan dakwahnya. Ia terhimpun dalam risalah manhaj yang lalu.
Dakwah pada tahapan ini bersifat khusus, tidak dapat dikerjakan oleh sesorang, kecuali yang memiliki kesiapan yang benar untuk memikul beban jihad yangpanjang masanya dan berat tantangannya. Slogan utamanya dalam persiapan ini adalah totalitas ketaatan.
3. TANFIDZ
Dakwah dalam tahapan ini adalah jihad, tanpa kenal sikap plin-plan, kerja terus menerus untuk menggapai tujuan akhir, dan kesiapan menanggung cobaan dan ujian yang tidak mungkin bersabar atasnya, kecuali orang-orang yang tulus. Tidaklah dakwah ini meraih keberhasilan, kecuali dengan “ketaatan yang total”
juga. Untuk inilah shaf pertama Ikhwanul Muslimin (IM) berbaiat pada bulan Rabi’ul Awwal 1359 H.
Dalam Risalah Ta’alimnya, Ustadz Hasan Al-Banna menjelaskan tentang batasan-batasan
bai’at yang dibutuhkan dewasa ini, adalah:
1. Bai’at untuk memahami Islam secara benar. Tanpa pemahaman yang benar ini, aktifitas untuk atau dengan nama Islam tiudak akan pernah terjadi. Tanpa pemahaman, langkah bersama menuju Islam tidak bias diwujudkan. Jika pun bias. Maka ia hanya berada pada ruang lingkup yang sempit dan tidak dapat memenuhi kebutuhan masa kini maupun masa mendatang.
2. Bai’at untuk berikhlas. Tanpa keikhlasan, amal apapun tidak akan diterima oleh Allah SWT, tidak juga dapat bergerak di medan dakwah secara benar. Setelah itu, shaf pun akan terlibas tanpa bekas.
3. Bai’at untuk beraktifitas, yang telah digariskan awal langkahnya dan telah jelas tujuannya, yang memulai dari diri sendiri dan berakhir dengan penguasaan Islam atas dunia seluruhnya. Ini merupakan kewajiban yang tidak seorang muslim pun
terlepas darinya. Halaman 9
4. Bai’at untuk melakukan jihad, yang banyak orang Islam lupa, bahwa ia adalah neraca untuk menimbang Iman.
5. Bai’at untuk berkorban dengan segala yang dimiliki, demi meraih tujuan suci dan sorga Allah SWT.
6. Bai’at untuk taat sesuai dengan tingkat kemampuannya.
7. Bai’at untuk tegar menghadapi segala kondisi di setiap waktu.
8. Bai’at untuk memberikan loyalitas total bagi dakwah ini dengan melepaskan diri dari keterikatan kepada selain Allah SWT.
9. Bai’at untuk berukhuwah sebagai titik tolak.
10. Bai’at untuk tsiqah (memberikan kepercayaan) kepada pemimpin dan shafnya.
Wallahu'alam...
0 komentar:
Posting Komentar